KUKAR — Di sudut tenang Kutai Kartanegara, tepatnya di Desa Muara Siran, Kecamatan Muara Kaman, sebuah potensi wisata alam mulai bersinar. Wilayah yang dulu sepi perhatian kini menjelma menjadi destinasi ekowisata yang unik, berkat upaya masyarakat dan Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Danau Siran yang tak kenal lelah menggali kekayaan lokal.
Danau Siran, yang membentang hampir 9.000 hektare dan dikelilingi oleh hutan gambut lebat, menjadi daya tarik utama. Lanskapnya yang memukau kerap disandingkan dengan keindahan Raja Ampat—bukan tanpa alasan. Perpaduan danau luas, kanal-kanal alami, serta vegetasi khas gambut menciptakan panorama eksotis yang belum banyak tersentuh.
Salah satu kegiatan favorit wisatawan adalah menjelajah perairan tenang Danau Siran dengan canoe. Petualangan ini menawarkan ketenangan sekaligus sensasi menyusuri hutan rimba dengan cara yang ramah lingkungan.
“Di sini, pengunjung bisa menginap di homestay milik warga, lalu pagi harinya langsung naik canoe dari halaman rumah ke danau. Nuansanya seperti Raja Ampat, tapi versi kita—di pedalaman Kalimantan,” jelas Heri Fadli, Ketua Pokdarwis Danau Siran, Senin (21/4/2025).
Konsep wisata yang ditawarkan tak hanya berfokus pada pengalaman alam, tetapi juga pemberdayaan masyarakat. Dari penginapan, pemandu, hingga kuliner khas desa, semuanya dikelola oleh warga Muara Siran, menciptakan model ekonomi berkelanjutan berbasis komunitas.
Biaya berwisata ke sini pun relatif terjangkau. Tiket masuk hanya Rp5.000, dan bagi kelompok yang ingin transportasi dari kecamatan ke danau, tersedia paket lengkap seharga Rp1,4 juta untuk tujuh orang. Harga tersebut sudah mencakup perjalanan hingga ke titik danau.
Namun, pengembangan destinasi ini masih menghadapi hambatan besar: akses jalan. Jalur menuju Muara Siran belum memadai, sehingga waktu tempuh dan biaya transportasi cukup tinggi. Dari Tenggarong ke desa, perjalanan memakan waktu lebih dari tiga jam.
“Kalau akses dari Bukit Jering ke sini bisa dibuka, perkembangan wisata bakal jauh lebih cepat. Sekarang masih mahal di ongkos karena infrastruktur terbatas,” tutur Heri.
Meski sempat terhenti akibat kemarau panjang tahun lalu, geliat wisata di Danau Siran kini mulai pulih. Pokdarwis dan warga bahu-membahu memperbaiki fasilitas dan mempromosikan destinasi ini, walau dengan sumber daya terbatas.
Dengan dukungan infrastruktur yang lebih baik dan kolaborasi antara pemerintah serta masyarakat, Heri optimis Danau Siran bisa menjadi ikon wisata alam Kukar.
“Yang kami jual bukan sekadar pemandangan, tapi pengalaman—petualangan tenang di alam liar, keramahan masyarakat, dan warisan hutan gambut yang masih lestari,” tutupnya.
Danau Siran adalah bukti bahwa keindahan alam dan semangat warga lokal bisa bersatu menjadi magnet wisata baru. Bagi para pencari ketenangan dan keaslian, menyusuri hutan gambut dengan canoe di Muara Siran adalah pengalaman yang tak terlupakan. (Adv)