Perjuangan Komunitas Sungai Hitam Lestari Jaga Habitat Bekantan dan Kembangkan Ekowisata di Samboja

Ilustrasi Seeokor Bekantan Di Sungai Hitam Samboja, Kukar. Sumber: Istimewa

KUKAR – Samboja, Kalimantan Timur — Aidil Amin tak pernah melupakan saat ia harus merawat seekor bekantan yang terluka akibat peluru pembalak liar. Kejadian itu berlangsung di awal 1990-an, ketika kawasan hutan di Sungai Hitam mulai terancam oleh perluasan lahan sawit.

Bekantan — primata berhidung panjang khas Kalimantan — menjadi korban perburuan dan perusakan habitat, terutama di daerah tepian sungai yang rentan dialihfungsikan menjadi lahan pertanian, permukiman, maupun tambak. Dari sekitar 29.500 km² habitat bekantan pada dekade 1990-an, kini hanya tersisa sekitar 11.800 km² akibat alih fungsi lahan secara masif.

“Dulu mereka menembaki bekantan agar hutan bisa dibuka untuk sawit,” ungkap Aidil, yang kini menjabat sebagai Ketua Pokdarwis Sungai Hitam Lestari.

Baca Juga  Diarpus Kukar Kembangkan Inovasi Literasi untuk Cetak SDM Berkualitas

Kecamatan Samboja sendiri mencatat jumlah populasi bekantan sekitar 188 ekor pada 2013. Namun, gangguan ekologis seperti limbah tambang di hulu sungai dan konversi lahan di hilir terus mengancam kelangsungan hidup satwa tersebut.

Merespons kondisi ini, Aidil bersama lima kerabatnya memutuskan untuk bertindak. Mereka mulai membersihkan Sungai Hitam dari sampah, menjaga habitat mangrove, dan menanam rambai — jenis tanaman yang menjadi rumah dan sumber pangan utama bagi bekantan. Mereka pun melindungi bekantan dari perburuan liar dan mendirikan Pokdarwis Sungai Hitam Lestari untuk memperkuat gerakan ini secara kolektif.

Langkah mereka mendapat dukungan signifikan sejak 2019, ketika sebuah perusahaan energi memberikan bantuan dalam bentuk program ekowisata berbasis pelestarian. Program ini tidak hanya menyokong konservasi, tetapi juga mengangkat potensi wisata dan ekonomi masyarakat.

Baca Juga  Ajang Pushbike Meriahkan Kedaton Kukar, Hadirkan Warna Baru Pariwisata Berbasis Komunitas

“Kami tidak berjalan sendiri. Dukungan yang datang membuat kami bisa memperluas manfaat, baik untuk alam maupun masyarakat sekitar,” kata Aidil, yang pernah menjadi kandidat penerima Kalpataru 2020.

Melalui Pokdarwis, ekowisata di Sungai Hitam kini berkembang pesat. Mereka menggelar pelatihan pelestarian bekantan, pelatihan pemandu wisata, serta mendirikan fasilitas seperti jetty, dermaga, gudang, dan papan informasi.

Kini, Ekowisata Sungai Hitam Lestari menjadi salah satu daya tarik utama Samboja. Wisatawan bisa menikmati perjalanan menyusuri sungai sambil mengamati bekantan liar. Waktu terbaik untuk melihat mereka adalah pagi hari antara pukul 07.00–10.00 atau sore pukul 15.00–17.00.

Baca Juga  Pemkab Kukar Laksanakan Gerakan Pangan Murah untuk Jaga Stabilitas Harga Jelang Lebaran

Tarifnya cukup terjangkau — Rp 300 ribu per kapal untuk wisatawan lokal (hingga empat orang), dan Rp 130 ribu per orang untuk wisatawan asing. Jika ingin waktu lebih lama, tarif bisa disesuaikan.

Tidak hanya wisata susur sungai, Pokdarwis SHL juga memberdayakan masyarakat melalui UMKM. Mereka mengolah hasil alam seperti buah nipah menjadi klapertart dan memproduksi teh jeruju sebagai produk khas daerah.

Aidil dan kelompoknya telah membuktikan bahwa menjaga kelestarian lingkungan bisa berjalan berdampingan dengan pertumbuhan ekonomi lokal. Dengan semangat gotong royong, Sungai Hitam tak hanya menjadi rumah bagi bekantan, tapi juga simbol ketekunan dan harapan bagi masa depan ekowisata Kalimantan Timur.(Adv)

Bagikan: