KUKAR – Pembahasan Rancangan Undang-Undang Kepolisian Negara Republik Indonesia (RUU Polri) terus menjadi sorotan publik, tidak terkecuali dari kalangan mahasiswa. Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Badan Koordinasi Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara (Badko Kaltim-Tara) menyatakan sikap kritis terhadap isi dan arah revisi RUU tersebut.
Wakil Sekretaris Umum Bidang Hukum dan HAM HMI Badko Kaltim-Tara, Riswandi, menilai bahwa beberapa pasal dalam draf RUU Polri berpotensi mengancam prinsip demokrasi dan supremasi hukum.
“HMI Badko Kaltim-Tara menolak perluasan kewenangan yang tidak dibarengi dengan penguatan sistem pengawasan yang transparan. RUU ini bukan hanya menyangkut kelembagaan Polri, tapi juga menyentuh ranah kebebasan sipil dan hak asasi manusia,” tegas Riswandi, Jumat (11/4/25).
Menurutnya, pemberian kewenangan tambahan kepada Polri dalam hal penyadapan, pengawasan ruang digital, serta pembinaan teknis terhadap lembaga penegak hukum lain. Menurutnya, hal tersebut menjadikan Polri sebagai lembaga superbody, yang bertentangan dengan semangat reformasi sektor keamanan yang selama ini diperjuangkan oleh masyarakat sipil.
“Kami mendesak DPR RI untuk membuka ruang partisipasi publik yang luas dalam pembahasan RUU ini. Jangan sampai keputusan yang diambil mencederai demokrasi yang telah dibangun dengan susah payah,” tambahnya.
HMI Badko Kaltim-Tara melalui bidang Hukum dan HAM juga menyatakan komitmennya untuk mengawal jalannya proses legislasi ini dengan mengedepankan kajian akademis dan gerakan moral.
“Jika diperlukan, kami akan turun ke jalan bersama seluruh HMI cabang se Kaltim-Tara sebagai bentuk protes terhadap upaya pembungkaman ruang sipil dan penguatan otoritarianisme dalam bentuk baru,” tutup Riswandi.
“HMI Badko Kaltim-Tara menyerukan kepada seluruh elemen masyarakat sipil untuk turut mengawasi pembahasan RUU demi menjaga Marwah demokrasi dan hak-hak konstitusional warga negara.”